Politik Luar Negeri Masa Demokrasi Terpimpin

By | December 17, 2020
Politik Luar Negeri Masa Demokrasi Terpimpin

Politik Luar Negeri Masa Demokrasi Terpimpin

Politik Luar Negeri Masa Demokrasi Terpimpin

Politik Luar Negeri Masa Demokrasi Terpimpin – Demokrasi Terpimpin adalah kurun waktu 1959 hingga 1965. Bagaimanakah politik luar negeri semasa Demokrasi Terpimpin? Berikut penjelasannya.

Setelah mempelajari bahasan ini, kalian diharapkan mampu memahami mengenai politik luar negeri semasa Demokrasi Terpimpin.

Semasa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), politik luar negeri Indonesia bersifat high profile, flamboyan, dan heroik, yang diwarnai sikap anti imperialisme dan kolonialisme serta bersifat konfrontatif. Politik luar negeri Indonesia diabadikan pada tujuan nasional Indonesia. Pada saat itu, kepentingan nasional Indonesia adalah pengakuan kedaulatan politik dan pembentukan identitas bangsa. Kepentingan nasional itu lantas diterjemahkan dalam suatu kebijakan luar negeri yang bertujuan untuk mencari dukungan dan pengakuan terhadap kedaulatan Indonesia, sekaligus menunjukkan karakter yang dimiliki pada bangsa-bangsa lain di dunia internasional.

Politik luar negeri Indonesia pada masa ini juga bersifat revolusioner. Presiden Soekarno dalam berusaha sekuat tenaga untuk mempromosikan Indonesia ke dunia internasional melalui slogan revolusi nasionalnya yakni NASAKOM (Nasionalisme, Agama, dan Komunisme) dimana elemen-elemen ini diharapkan dapat beraliansi untuk mengalahkan NEKOLIM (Neo Kolonialisme dan Imperialisme). Dari sini dapat dilihat adanya pergeseran arah politik luar negeri Indonesia, yakni condong ke Blok Komunis, baik secara domestik maupun internasional. Hal ini tampak pula dari adanya kolaborasi politik antara Indonesia dengan Cina dan bagaimana Presiden Soekarno mengizinkan berkembangnya Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia. Alasan Soekarno mengijinkan perluasan PKI adalah agar komunis mampu berasimilasi dengan revolusi Indonesia dan tidak merasa dianggap sebagai kelompok luar.

Ketidaksukaan Presiden Soekarno terhadap imperialisme juga dapat dilihat dari responnya terhadap keberadaan Belanda di Irian Barat. Tindakan militer ditempuh untuk mengambil alih kembali Irian Barat ketika diplomasi dianggap gagal. Dukungan Amerika Serikat yang kemudian didapatkan Soekarno muncul sebagai akibat konfrontasi kedekatan Jakarta dengan Moskow. Taktik konfrontatif ini kemudian digunakan kembali oleh Soekarno ketika terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia akibat pembentukan negara federasi Malaysia yang dianggap Indonesia pro terhadap imperialisme Barat. Puncak ketegangan terjadi ketika Malaysia ditetapkan sebagai Anggota Tidak Tetap Dewan Keamanan PBB. Hal ini menyulut kemarahan Indonesia, sehingga akhirnya pada 15 September 1965 memutuskan keluar dari PBB karena Soekarno beranggapan bahwa PBB berpihak pada Blok Barat. Mundurnya Indonesia dari PBB berujung pada terhambatnya pembangunan dan modernisasi Indonesia karena menjauhnya Indonesia dari pergaulan internasional.

Presiden Soekarno memperkenalkan doktrin politik baru berkaitan dengan sikap konfrontasi penuhnya terhadap imperialisme dan kolonialisme. Doktrin itu mengatakan bahwa dunia terbagi dalam dua blok, yaitu “Oldefos” (Old Established Forces) dan “Nefos” (New Emerging Forces). Soekarno menyatakan bahwa ketegangan-ketegangan di dunia pada dasarnya akibat dari pertentangan antara kekuatan-kekuatan orde lama (Oldefos) dan kekuatan-kekuatan yang baru bangkit atau negara-negara progresif (Nefos). Imperialisme, kolonialisme, dan neokolonialisme merupakan paham-paham yang dibawa dan dijalankan oleh negara-negara kapitalis Barat. Dalam upayanya mengembangkan Nefos, Presiden Soekarno melaksanakan Politik Mercusuar yang meyakini bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang mampu menerangi jalan bagi Nefos di seluruh dunia.

Salah satu tindakan usaha penguatan eksistensi Indonesia dan Nefos juga dapat dilihat dari pembentukan poros Jakarta – Peking yang membuat Indonesia semakin dekat dengan negara-negara sosialis dan komunis seperti Cina. Faktor dibentuknya poros ini antara lain, sehubungan konfrontasi dengan Malaysia menyebabkan Indonesia membutuhkan bantuan militer dan logistik, mengingat Malaysia mendapat dukungan penuh dari Inggris. Indonesia pun harus mencari kawan negara besar yang mau mendukungnya dan bukan sekutu Inggris, salah satunya adalah Cina. Selain itu, Indonesia perlu untuk mencari negara yang mau membantunya dalam masalah dana dengan persyaratan yang mudah, yakni Uni Soviet.

Politik luar negeri pada masa Demokrasi Terpimpin juga ditandai dengan usaha keras Presiden Soekarno membuat Indonesia semakin dikenal di dunia internasional melalui beragam konferensi internasional yang diadakan maupun diikuti Indonesia. Tujuan awal dari dikenalnya Indonesia adalah mencari dukungan atas usaha dan perjuangan Indonesia merebut dan mempertahankan Irian Barat. Namun, seiring berjalannya waktu, status dan prestise menjadi faktor-faktor pendorong semakin gencarnya Soekarno melaksanakan aktivitas politik luar negeri. Efek samping dari kerasnya usaha ke luar Soekarno ini adalah terabaikannya masalah-masalah domestik, seperti masalah ekonomi.

Soekarno beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi pada fase awal berdirinya suatu negara adalah hal yang tidak terlalu penting. Beliau beranggapan bahwa pemusnahan pengaruh-pengaruh asing baik itu dalam segi politik, ekonomi maupun budaya adalah hal-hal yang harus diutamakan dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi domestik. Soekarno dengan gencar melancarkan politik luar negeri aktif, tanpa diimbangi kondisi perekonomian dalam negeri yang pada kenyatannya morat-marit akibat inflasi yang terjadi secara terus-menerus. Penghasilan negara merosot, sedangkan pengeluaran untuk proyek-proyek Politik Mercusuar seperti GANEFO (Games of The New Emerging Forces) dan CONEFO (Conference of The New Emerging Forces) terus membengkak. Hal inilah yang pada akhirnya menjadi salah satu penyebab krisis politik dan ekonomi Indonesia pada masa akhir pemerintahan Demokrasi Terpimpin.

Rangkuman

  1. Semasa Demokrasi Terpimpin (1959-1965), politik luar negeri Indonesia bersifat high profile, flamboyan, dan heroik, yang diwarnai sikap anti imperialisme dan kolonialisme serta bersifat konfrontatif.
  2. Soekarno beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi pada fase awal berdirinya suatu negara adalah hal yang tidak terlalu penting. Beliau beranggapan bahwa pemusnahan pengaruh-pengaruh asing baik itu dalam segi politik, ekonomi maupun budaya adalah hal-hal yang harus diutamakan dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi domestik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *